BahTera keEMPAT thn...


sebuah proses perjalanan, yang terkadang terasa, dan terkadang berjalan begitu saja tanpa rasa. proses pengenalan, dan singkatnya waktu, tidak memberikan pemikiran lebih matang, melihat dari segi cinta, materi dan fisikly, dengan satu tujuan kami dipertemukan, dengan satu jalan kami berusaha saling menerima, dengan satu visi dan misi kami berusaha memperbaiki, dengan satu niat kami mensegerakan tanpa melihat sisi duniawi. tergolong nekad mungkin, bahkan sekarang dalam pemikiran yang sengaja lewat, begitu nekad nya diriku dulu :).
pertimbangan usia dan kepribadian menjadi pemikiran yang dalam waktu aku menerimamu, perbedaan usia 11 tahun, bukan hal kriteria yang aku inginkan, jauh dari bayangkan, tapi kembali satu tujuan yang membuat diriku yakin. april akhir, juli lamaran, 20 agustus 2006 kami diikatkan oleh Allah dengan tali yang kuat " mistaqon gholigon ". semenjak itu kami berjuang, menangis, tertawa, merangkak berasama, memperbaiki dan berproses bersama. arti sebuah pernikahan bagi kami bukan kebahagiaan yang berusaha dihadirkan, kami melaluinya dengan menyelesaikan masalah- masalah dan ujian yang Allah beri satu per satu, walau kadang emosiku tak kuat menahannya, menangunggnya, suamiku lah yang berusaha menguatkan dan mengoptimiskan diri yang sudah rapuh, saat kelelahan jiwa suami pun hadir, diriku yang segenap semampunya menyemangatinya untuk menyadarkan bahwa proses kehidupan masih panjang, fluktuasi iman diantara kami beruda tidak berbarengan waktu, saat imanku kendor, suamilah yang mendobrak untuk kembali mengingatkan, dan juga sebaliknya. kenikmatan dan kebahagian yang nyata buka  kami rasakan saat kami bisa makan dilestoran mahal, jalan - jalan dan shoping di mall, hanoymoon, kami merasakan kebahagian sesunguhnya didalam internal keluarga kecil ini adalah saat kami bisa membantu, menyayangi tanpa kata, menganti peran untuk mewujudkan suatu cita - cita pribadi. dalam kehiduapan tak akan bisa menolak sebuah ujian hidup, apalagi  dua pribadi, ujian mengajarkan akan adanya menyelesaikan bersama, tidak individual, karena kita bersama. 
untuk pendamping hidupku, yang ditakdirkan menemani keempat tahunnya..........
air mataku menetes, bukan karena aku sedih atau kau sakiti, air mataku menetes akan waktu yang mungkin sangat pendek, keempat tahun, mudah diucapkan tapi saat flash back membuat airmataku jatuh tanpa izin. hinaan, diremehkan, proses emosi, pencarian pintu dan kunci rezki, kita lalui bersama. letupan emosiku yang terkadang menambah masalah, tetapi dirimu bisa memahami, merasa diriku malu untuk mengucap " maaf", disaat diriku ingin sendiri dikondisi kejenuhan menjalankan peran, dirimu memberikan aku waktu untuk bisa menenangkan, membahagiakan diri, dengan mengantikan peran diriku barang sedkit hari, sikapmu membuat diriku malu hanya berucap kata " terima kasih", semua proses ....... 
perih luka itu masih terasa.... engkau selalu mengingatkan, jika apa yang kamu lakukan karena Allah semuanya ikhlas akan ringan menjalankan semua peran yang Allah takdirkan. 
SEmoga Allah merahmati pernikahan keempat tahun ini menjadi pernikahan yang bahagia dan bermanfaat bagi banyak orang. ameen .

pelajari emosi anak usia dini 3



Anak adalah anugerah Allah yang tidak ternilai harganya. Sejak dilahirkan sehingga dewasa, kita dapat melihat perkembangan mereka sama ada dari segi fizikal dan mental, sentiasa berubah di setiap peringkat umur yang dilalui.
Salah satu perkembangan anak-anak yang perlu diambil perhatian oleh setiap ibu dan bapa ialah perkembangan dari segi emosi. Emosi dikaitkan dengan perasaan iaitu suatu aspek penting dalam kehidupan seseorang sama ada positif atau negatif. Umumnya bayi yang dilahirkan memiliki emosi yang berbeza-beza. Penting bagi setiap ibu dan bapa mempelajari dan memahami emosi anak-anak supaya proses mendidik mereka akan menjadi lebih mudah dan berada di landasan yang betul.
Jenis-jenis emosi kanak-kanak:
Gembira
Membantu kanak-kanak atau remaja berfikir bagaimana melahirkan rasa seronok dan menggalakkan mereka bercakap mengenai sesuatu yang mereka sukai
Marah
Membantu mencari jalan bagaimana menghadapi halangan untuk mendapat sesuatu yang dicitakan dan mengenal erti kesabaran, belajar melahirkan perasaan geram dalam bentuk yang bersesuaian dan mencari jalan penyelesaian
Takut
Rasa terancam, suatu motivasi ingin memastikan keselamatan diri dari aspek fizikal dan psikologi. Merangsang kanak-kanak melahirkan fikiran dan perasaan takutnya mencari jaminan mendapat ketenangan dan ketenteraman.
Sedih
Kehilangan, tidak mendapat apa yang dikehendaki menjadikan kanak-kanak berusaha lebih mendapat apa yang dicita, mencurah perasaan dan berfikir bagaimana mengatasi rasa sedih.
Geli
Selalunya dikaitkan dengan makanan, bau dan pandangan, suatu yang semulajadi menjadikan seseorang kanak-kanak berhati-hati agar tidak ‘terkena’ apa yang beliau geli. Perasaan ini perlu dihormati dan bantu mereka mencari sebab mengapa mereka berperasaan begitu.
Cemas
Asalkan tidak keterlaluan, sebenarnya ia membantu kanak-kanak berusaha mengambil langkah mengelak diri dari menghadapi masalah, belajar menahan perasaan bimbang dan bertindak proaktif untuk menunjukkan sesuatu yang terbaik.
Malu
Menjadikan kanak-kanak menyedari kepentingan perilaku yang baik dan mengelak daripada melakukan sesuatu yang dikatakan memalukan. Ini membantu mereka mengawal tingkah laku mereka sendiri.
Rasa bersalah
Wujud bila kanak-kanak melakukan sesuatu yang dianggap ‘keluar’ dari ‘standard’ tingkah laku yang baik. Si kecil akan berusaha untuk tidak dianggap bersalah dengan berakhlak sebaik mungkin dan sekiranya kesalahan tetap atau sudah dilakukan, perasaan ini merangsang kanak-kanak meluahkan perasaan dan menyedari agar berusaha untuk tidak mengulangi pada waktu yang lain.
Rasa bangga
Tercetus bila seseorang kanak-kanak terasa dihormati/dihargai oleh orang lain atau bila ia mencapai apa yang diharapkan seperti merangsang mereka meluahkan apa yang membuatkan mereka merasa bangga dan memberi peluang berkongsi rasa bangga, puas dan gembira.
Perkembangan emosi mengikut umur:
Awal emosi (0 – 15 bulan)
- Emosi asas (positif dan negatif) berkembang secara ‘gradual’ terutama dalam tempoh enam bulan pertama dan selalunya ditonjolkan menerusi memek muka dan ‘eye contact’:
* Gembira/seronok – senyum, pipi terangkat, mata berbentuk bulan sabit. Contoh; bila diagah.
* Terkejut – angkat kening, mulut terbuka luas, bulatkan mata. Contoh; berhenti menangis bila dengar bunyi muzik atau suara jeritan
* Minat – merenung, mengerutkan kening dan bibir. Contoh; merenung wajah ibu, melihat persekitaran.
* Marah – mengerut dan memasamkan muka, kening turun naik, mata tajam. Contoh; ‘mengamuk’ bila mengantuk atau lapar, bila objek dirampas daripada tangan.
* Sedih – muka masam dan layu, dagu tertolak ke hadapan. Contoh; ditinggalkan ibu.
* Geli – berkerut kening, jelir lidah. Contoh; menolak jenis makanan tertentu, menangis bila buang air.
- Bayi antara 3-8 minggu sudah boleh tersenyum (perkembangan awal emosi positif)
- Bayi 12-20 minggu akan senyum pada wajah dan suara yang dikenali, senyum bila merasakan persekitaran dikuasai, mula ketawa.
-Enam bulan pertama bayi masih belum mempunyai rasa sayang/kasih pada sesuatu atau seseorang. Perasaan kasih mula terbentuk ketika usia antara 7-9 bulan; melalui hubungan ikatan kasih sayang, sentuhan, belaian dengan orang yang paling hampir seperti ibu dan bapa. Menunjukkan rasa tidak senang/takut dengan kehadiran ‘orang asing’.
Anak tatih (16-36 bulan)
- Emosi turun naik seperti ‘roller coaster’
- Usia 2 tahun; sudah tahu menunjukkan emosi dan emosi yang ditunjukkan memang disengajakan (tidak ragu-ragu untuk melakukannya)
- Mahu bebas tetapi tidak mahu ditinggalkan bersendirian; rasa diri ‘sudah besar’ tetapi mahu dibelai.
- ‘Reject syndrome’; dalaman kanak-kanak bukan ‘menentang’ ibu bapa.
- ‘Temper tantrum’; tidak mampu meluahkan perasaan sepenuhnya dalam bentuk perkataan/verbal.
- Berbagai bentuk perasaan takut; bunyi bising, suara binatang, bilik gelap, ‘hilang’ ibu bapa, perubahan persekitaran dan sebagainya (takut pada apa saja yang dianggap bahaya).
Anak prasekolah (3-6 tahun)
- Usia 3-4 tahun sudah boleh memahami perkaitan antara emosi dan persekitaran (sebab yang mempengaruhi emosi).
- Mula belajar mengawal emosi yang turun naik.
- Pemahaman terhadap emosi orang lain terbatas hanya kepada emosi yang ditunjukkan melalui memek muka.
- Perasaan takut yang terbentuk berkait dengan imaginasi dan khayalan beserta perkembangan daya kreativiti dan pemikiran abstrak. Contoh; takut hantu atau takut jatuh.
- Lebih berdikari, kurang ‘physical contact’ dengan ibu bapa.
- Lebih banyak bercakap untuk mencurah perasaan/menangani perasaan.
Usia pertengahan (7-14 tahun)
- Sudah pandai menyembunyikan emosi yang negatif dengan berpura-pura menunjukkan keseronokan.
- Sudah mula memahami dan menghurai emosi yang kompleks; perasaan malu, rasa bersalah, rasa bangga dan cemburu.
- Perasaan takut mula berkembang kepada yang lebih realistik; takut sekolah, takut berkomunikasi, takut kejadian jenayah.
- Mahu disayangi tetapi bukan ditonjolkan depan ramai.
- Amat memerlukan bantuan mengenalpasti emosi marah agar tidak ‘out of control’; belajar mengawal perasaan.
- Perlu perhatian dan dorongan mengatasi rasa takut.

perkembangan emosi 2


PERKEMBANGAN EMOSI
04/26/2006

oleh: Fridiawati Sulungbudi, Psikolog Anak



PERKEMBANGAN EMOSI

Uraian berikutnya mengenai enam tahapan perkembangan emosi yang harus dilalui seorang anak. Pengalaman emosional yang sesuai pada tiap tahap merupakan dasar perkembangan kemampuan koginitif, sosial, emosional, bahasa, keterampilan dan konsep dirinya di kemudian hari. Tahapan tersebut saling berkesinambungan, tahapan yang lebih awal akan mempersiapkan tahapan selanjutnya. Anak-anak yang diasuh dengan kehangatan dan tidak mengalami gangguan perkembangan biasanya akan mencapai tahapan terakhir secara otomatis pada usia 4-5 tahun, namun anak-anak dengan kebutuhan khusus membutuhkan bantuan dari orang tua dan profesional untuk
bisa mencapainya dengan lebih perlahan. Kapan / pada usia berapa tercapainya bukan merupakan hal yang penting bila dibandingkan bagaimana pencapaiannya.

Berdasarkan observasi cermat berkelanjutan, bisa diperkirakan pada taraf perkembangan emosi yang mana seorang anak berada. Kemampuan mana yang sudah dikuasainya dengan baik, mana yang membutuhkan penguatan dan mana yang sama sekali belum berkembang. Pengamatan dilakukan saat bermain, berinteraksi dan melakukan aktifitas sehari-hari. Pengamatan dimasukkan dalam daftar 'rating scale' disertai umur pencapaiannya (untuk skor A). N-never (kemampuan tersebut tidak pernah tampak), S-sometimes (kemampuan tersebut kadang-kadang tampak), A-always (kemampuan tersebut selalu tampak) dan L-loses (kemampuan tersebut hilang saat stress: lapar, marah, lelah, dll).

Level 1: REGULASI DIRI DAN MINAT TERHADAP LINGKUNGAN

Kemampuan anak untuk mengolah rangsang dari lingkungan dan menenangkan diri. Bila anak masih belum mampu meregulasikan diri maka ia akan tenggelam dalam usaha mencari rangsang yang dibutuhkannya atau sebaliknya menghindari rangsang yang membuatnya tidak nyaman. Dengan demikian ia tidak bisa memperhatikan lingkungan secara lebih bermakna. Kemampuan yang dimiliki:

1. Menunjukkan minat terhadap berbagai rangsang dalam lingkungan
sedikitnya selama 3 detik
2. Bisa tenang dan terfokus pada sesuatu sedikitnya 2 menit
3. Pulih dari kondisi tidak menyenangkan dalam 20 menit dengan bantuan
4. Menunjukkan minat terhadap pengasuh, tidak hanya terhadap benda

Level 2: KEAKRABAN-KEINTIMAN

Kemampuan anak untuk terlibat dalam suatu relasi yang hangat, akrab, menyenangkan dan penuh cinta. Pengasuh merupakan hal terpenting dalam dunianya.

Kemampuan yang dimiliki:

1. Menunjukkan respon terhadap tawaran pengasuh (dengan senyum, kerenyit, vokalisasi, meraih dan tingkah laku bertujuan yang lain)
2. Menunjukkan respon terhadap tawaran pengasuh dengan rasa senang yang nyata
3. Menunjukkan respon terhadap tawaran pengasuh dengan rasa ingin tahu dan minat asertif (misalnya dengan mengamati wajah)
4. Bisa mengantisipasi bahwa benda yang ada jadi hilang dari pandangannya (misalnya dengan tersenyum atau berceloteh untuk menunjukkan minat)
5. Menunjukkan rasa tidak suka bila didiamkan/tidak direspon selama sedikitnya 30 detik saat bermain
6. Memprotes dan mulai marah saat frustrasi
7. Pulih dari kondisi tidak menyenangkan dalam 15 menit dengan bantuan

Level 3: KOMUNIKASI DUA ARAH

Kemampuan anak untuk terlibat dalam komunikasi dua arah, menutup siklus komunikasi (aksi-reaksi). Komunikasi di sini tidak harus verbal, yang penting ia bisa mengkomunikasikan intensi/tujuannya dan kemudian mengenal konsep sebabakibat (berpikir logis) dan konsep diri. la mulai menyadari bahwa tingkah lakunya berdampak terhadap lingkungan. Sehingga mulai muncul keinginan untuk aktif memilih/ menentukan pilihan dan berinisiatif

Kemampuan yang dimiliki:

1. Menunjukkan respon terhadap gestures pengasuh dengan gestures bertujuan (misalnya meraih ingin digendong bila tangan kita terentang, menatap atau berceloteh bila diajak bicara)

2. Memulai interaksi dengan pengasuh (misalnya memegang hidung/rambut anda, mengulurkan tangan ingin digendong)

3. Menunjukkan emosi akrab/kedekatan (balas memeluk, meraih ingin digendong bila tangan terentang), kegembiraan dan kegairahan (tersenyum senang saat mengambil mainan dari mulut anda dan memasukkannya ke mulutnya sendiri), rasa ingin tahu yang asertif (menyentuh dan mengelus rambut anda), protes dan marah (mendorong
makanan di atas meja sampai jatuh, menjerit bila mainan yang diinginkan tidak diberikan) , takut (membalik/menjauh, tampak ketakutan, menangis bila orang tak dikenal mendekatinya terlalu tiba-tiba)

4. Pulih dari rasa tidak senang dalam 10 menit dengan terlibat dalam interaksi sosial

Level 4: KOMUNIKASI KOMPLEKS

Kemampuan anak untuk menciptakan komunikasi kompleks (sekitar 10 siklus), mengekspresikan keinginan dan emosi secara lebih berwarna, kompleks dan kreatif. Mulai menyertakan keinginannya dalam bermain, tidak hanya mengikuti perintah atau petunjuk pengasuh/orang tua. Selanjutnya hal ini akan menjadi dasar terbentuknya konsep diri dan kepribadian. la mampu memahami pola karakter dan tingkah laku orang lain sehingga mulai memahami apakah tingkah lakunya disetujui atau tidak, akan dipuji atau diejek, dll sehingga mulai berkembang kemampuan memprediksi kejadian dan kemudian mengarah pada kemampuan memecahkan masalah berdasarkan keurutan logis.

Kemampuan yang dimiliki:

1. Menutup sedikitnya 10 siklus komunikasi secara berkelanjutan (misalnya memegang tangan anda. menuntun ke lemari es, menunjuk, berceloteh, berespon terhadap pertanyaan anda dengan celoteh dan gestures, meneruskan pertukaran gestural sampai anda membuka pintu lemari es dan mengambil apa yang diinginkannya)

2. Menirukan tingkah laku pengasuh dengan bertujuan (misalnya memakai topi ayah dan berjalan berkeliling menunggu pujian)

3. Menutup sedikitnya 10 siklus dengan vokalisasi atau kata, ekspresi wajah, saling menyentuh/memeluk, bergerak dalam ruang, aktifitas motorik (kejarkejaran) dan komunikasi dengan jarak yang jauh (di ruangan yang luas ada jarak antara dirinya dan pengasuh)

4. Menutup sedikitnya 3 siklus berkelanjutan saat merasakan emosi:
  • keakraban/kedekatan (menunjukkan ekspresi wajah, gestures dan vokalisasi saat mendekat ingin dipeluk, dicium, atau menirukan bicara di telpon mainannya saat anda menerima telpon sungguhan),
  • kegembiraan dan kegairahan (menunjukkan vokalisasi dan tatapan untuk mengundang seseorang berbagi kegairahan mengenai sesuatu yang menarik, berbagi guyonan dengan anak lain atau orang dewasa dengan tertawa bersama),
  • rasa ingin tahu yang asertif (bereksplorasi sendiri, menggunakan kemampuan komunikasi jarak jauh untuk merasakan kedekatan dengan anda saat ia bermain atau bereksplorasi sendirian),
  • takut (menyatakan minta dilindungi dengan berkata 'nggak' sambil lari ke belakang anda),
  • marah (memukul, berteriak, membanting atau tiduran di lantai, atau memandang dengan tatapan marah dan dingin),
  • pembatasan (mengerti dan berespon positif terhadap 'tidak, berhenti!'
    atau peringatan dengan jari atau ekspresi marah


5. Pulih dari rasa tidak senang dengan meniru tingkah laku (membantingbanting
kaki ke lantai atau membalas teriak bila dibentak)

Level 5: IDE EMOSIONAL

Kemampuan anak untuk menciptakan ide, mengenal simbol, termasuk bahasa yang melibatkan emosi. Kemampuan menciptakan ide awalnya berkembang melalui permainan pura-pura yang memberikan kesempatan bereksperimen dengan perasaan, keinginan dan harapan. Kemudian ia mulai memberi nama pada benda-benda sekeliling yang berarti, disini ia mulai mengerti penggunaan simbol benda konkrit. Kemudian simbol menjadi semakin meluas pada aktifitas
dan emosi dan ia belajar kemampuan memanipulasi ide untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya.

Kemampuan yang dimiliki:

1. Bermain pura-pura dengan sedikitnya 2 ide yang bisa saja belum terkait (mobil tabrakan, memuat batu di mobil itu, memeluk boneka kemudian pura-pura minum teh)

2. Menggunakan kata-kata, gambar, gestures untuk mengungkapkan sedikitnya 2 ide sekaligus, tidlak harus berhubungan ('nggak bobok, main')

3. Mengkomunikasikan keinginan, intensi dan perasaannya dengan katakata, beberapa gestures sekaligus, sentuhan (pelukan)

4. Bermain permainan motorik dengan aturan yang sederhana (bergiliran melempar bola)

5. Menggunakan bermain pura-pura untuk mengkomunikasikan emosi berikut dalam sedikitnya 2 ide:
  • keakraban/kedekatan (boneka berkata,"peluk aku", dijawabnya "aku cium kamu"),
  • kegembiraan dan kegairahan (mengucapkan kata-kata lucu dan tertawa),
  • rasa ingin tahu yang asertif (pura-pura menerbangkan pesawat berkeliling ruangan dan mengatakan akan terbang ke bulan), 
  • takut (boneka takut suara bising dan memanggil ibunya),
  • marah (tentara-tentaraan saling menembak dan jatuh),
  • pembatasan (boneka mengikuti aturan minum teh)

6. Pulih dari rasa tidak senang dengan main pura-pura (pura-pura makan kue yang tidak boleh dimakannya).

LEVEL 6: BERPIKIR EMOSIONAL

Kemampuan anak untuk menciptakan kaitan antar berbagai ide sehingga mampu berpikir secara logis dan sesuai dengan realitas. Mampu mengekspresikan berbagai emosi dalam bermain, memprediksi perasaan dan akiba' dari suatu aktifitas, mengenal konsep ruang, waktu serta bisa memecahkan masalah secara verbal dan memiliki pendapatnya sendiri. Bila anak bisa mencapai kemampuan ini maka ia akan siap belajar berpikir abstrak dan mempolajari strategi berpikir.

Kemampuan yang dimiliki:

1. Bermain pura-pura dengan mengkaitkan sedikitnya 2 ide secara logis, walau
kadang-kadang ide itu sendiri tidak realistik (misalnya dengan mobil berkunjung ke bulan, dengan cara terbang cepat sekali)

2. Mengembangkan ide bermain pura-pura orang dewasa (misalnya anak memasak sup, ditanya apa yang dimasak, dijawabnya "batu-batu dan ranting-ranting")

3. Berbicara dengan ide-ide yang saling terkait secara logis dan realistik ("nggak mau tidur, mau nonton tv")

4. Menutup sedikitnya 2 siklus konunikasi verbal ("mau pergi ke luar" ditanya kenapa, dijawabnya "mau main")

5. Berkomunikasi secara logis, mengaitkan sedikitnya 2 ide mengenai intensi, keinginan, kebutuhan, perasaan dengan kata-kata, beberapa gestures (pura-pura jadi anjing yang marah) dan sentuhan (sering memeluk sebagai bagian dari drama ketika anak menjadi ayah)

6. Bermain motorik dan spasial dengan aturan (bergantian meluncur)

7. Menggunakan permainan pura-pura atau kata-kata untuk mengkomunikasikan sedikitnya 2 ide yang terkait secara logis mengenai emosi:
  • kedekatan (boneka terluka, ibu mengobati),
  • kegembiraan dan kegairahan (mengatakan istilah 'kamar mandi' lalu
    tertawa),
  • rasa ingin tahu yang asertif ( tentara yang baikditugaskan mencari
    putri yang hilang),
  • takut (monster menakut-nakuti anak kecil),
  • marah (tentara yang baik melawan yang jahat),
  • pembatasan (tentara hanya boleh memukul orang jahat karena
    peraturan)

8. Pulih dari rasa tidak senang dengan bermain pura-pura yang memiliki keurutan logis, kadang mengisyaratkan cara menghadapi masalah (misalnya, anak menjadi guru yang sok mengatur kelas)

GARIS PEDOMAN UMUM UNTUK MERANGSANG PERKEMBANGAN EMOSI ANAK

1. Tenangkan anak, terutama saat ia marah atau tidak senang, dengan memeluk hangat, lembut tetapi erat, intonasi yang ritmis dan kontak mata yang hangat. Jangan tegang atau kuatir karena hal tersebut akan dirasakan oiehnya dan semakin membuatnya tidak tenang.

2. Cari cara interaksi yang bisa memancing keterlibatan; ekspresi wajah, bunyi, sentuhan, dll. Perhatikan profil sensoriknya.

3. Cari berbagai pendekatan, eksplorasilah bersama-sama sampai menemukan cara mana yang paling disukainya.

4. 'Bacalah' dan berespon terhadap sinyal emosi anak, ada saat ia membutuhkan kedekatan namun ada juga saat ia ingin menjadi lebih asertif dan mandiri. Ikuti apa yang diinginkannya, jangan memaksakan 'agenda' kita.

5. Tunjukkan kegembiraan, antusiasme dan gairah dalam berinteraksi

6. Doronglah anak untuk melangkah ke tahap perkembangan berikutnya;
mengambil inisiatif, memecahkan masalah, bermain pura-pura, membahasakan emosi, menghadapi realitas dan bertanggung jawab terhadap tingkah lakunya (konsekuen)

7. Jangan terlalu/kurang menstimulasi dan memancing interaksi

8. Jangan terlalu mengontrolnya, ikuti pola dan keinginan anak

9. Jangan terlalu konkrit dalam bermain padahal ia sudah beralih ke tahap yang lebih abstrak, ikuti pola berpikir dan imajinasinya.

10. Jangan menghindari area emosi yang tidak disukainya, supaya anak belajar juga menghadapinya

11. Jangan mundur bila anak bereaksi emosi keras, tetaplah pada tujuan (konsisten) tetapi tenangkan dia.

EMOSI BERPERANAN BANYAK DALAM PROSES BERPIKIR KITA

  • mengarahkan aksi dan tingkah laku
  • memungkinkan mengontrol tingkah laku
  • memberi arti terhadap pengalaman
  • menyimpan, mengorganisasi dan mengingat kembali pengalaman
  • menggagas pengalaman baru
  • memecahkan masalah
  • berpikir kreatif, selektif, logis, tidak idiosinkretik (aneh)
  • memahami kalimat lisan maupun tulisan ('rasa' bahasa)
  • memahami konsep kuantitas, waktu, ruang, sebab-akibat yang bersifat 'relatif
  • membentuk konsep diri, pengertian atas diri (dengan membandingkan
  • perasaan dengan situasi yang dialaminya)
  • memisahkan realitas dan fantasi
  • mengendalikan tingkatan perkembangan emosi, sosial dan intelektual


Daftar Pustaka:

Stanley I Greenspan dan Serena Wieder (1998): The Child with Special Needs,
Cambridge, Massachusetts, Perseus Publishing.

Bandung, 25 Agustus 2001

pengembangan emosi usia dini


REVIEW PERAN ORANG TUA DAN PENDIDIKAN DALAM PERKEMBANGAN EMOSI
(PERKEMBANGAN EMOSI DAN KREATIVITAS)
OLEH
EKA LISDIANA
0713052005

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2009













Peran Orangtua dan pendidikan dalam mengembangkan Emosi
Emosi dapat dikembangkan oleh keluarga, sekolah dan lingkungan. Untuk mengembangkan emosi agar berdampak positif maka perlu dilakukan upaya proses belajar yang salah satunya dengan menggunakan metode atau kegiatan bermain. Melalui bermain anak dapat menumpahkan seluruh perasaannya, seperti: marah, takut, sedih, cemas atau gembira. Dengan demikian, bermain dapat merupakan sarana yang baik untuk pelampiasan emosi, sekaligus relaksasi. Misalnya saja pada saat anak bermain pura-pura atau bermain dengan bonekanya. Selain itu bermain juga dapat memberi kesempatan pada anak untuk merasa kompeten dan percaya diri. Dalam bermain, anak juga dapat berfantasi sehingga memungkinkannya untuk menyalurkan berbagai keinginan-keinginannya yang tidak dapat direalisasikan dalam kehidupan nyata ataupun menetralisir berbagai emosi-emosi negatif yang ada pada dirinya seperti rasa takut, marah dan cemas.
John Mayer, psikolog dari University of New Hampshire, mendefinisikan kecerdasan emosi yaitu kemampuan untuk memahami emosi orang lain dan cara mengendalikan emosi diri sendiri. Lebih lanjut pakar psikologi Cooper dan Sawaf (1998) mengatakan bahwa kecerdasan emosional kemampuan merasakan, memahami, dan secara selektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi dan pengaruh yang manusiawi. Kecerdasan emosi menuntut penilikan perasaan, untuk belajar mengakui, menghargai perasaan pada diri dan orang lain serta menanggapinya dengan tepat, menerapkan secara efektif energi emosi dalam kehidupan sehari-hari
Pendidik dan Orang tua dapat mengembangkan keterampilan kecerdasan emosional seorang anak dengan memberikan beberapa cara yaitu:
1. Mengenali emosi diri anak , mengenali perasaan anak sewaktu perasaan yang dirasakan terjadi merupakan dasar kecerdassan emosional. kemampuan untuk memantau peraaan dari waktu kewaktu merupakan hal penting bagi pemahahaman anak.
2. Mengelola emosi, menangani perasan anak agar dapat terungkap dengan tepat kemampuan untuk menghibur anak , melepasakan kecemasan kemurungan atau ketersinggungan, atau akibat – akibat yang muncul karena kegagalan.
3. Memotivasi anak, penataan emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan adalah hal yang sangat penting dalam keterkaitan memberi perhatian dan kasih sayang untuk memotivasi anak dalam melakukan kreasi secara bebas.
4. Memahami emosi anak.
5. Membina hubungan dengan anak, Setelah kita melakukan identifikasi kemudian kita mampu mengenali, hal lain yang perlu dilakukan untuk dapat mengembangkan kecerdasan emosional yaitu dengan memelihara hubungan.
6. Berkomunikasi “dengan jiwa “, Tidak hanya menjadi pembicara terkadang kita harus memberikan waktu lawan bicara untuk berbicara juga dengan demikian posisikan diri kita menjadi pendengar dan penanya yang baik dengan hal ini kita diharapkan mampu membedakan antara apa yang dilakukan atau yang dikatakan anak dengan reaksi atau penilaian
1. Peran Orangtua dan pendidikan dalam mengembangkan Emosi Anak(usia 0-5 th)
Anak-anak usia 3,4,dan 5 tahun mengungkapkan sederetan emosi dan mampu menggunakan secara serasi ungkapan seperti, Gila,sedih ,bahagia, dan sudah bisa membedakan perasaan-perasaan ereka. Dalam tahu pra sekolah ini, situasi emosi anak-anak sanat tergantung keadaan dan bisa berubah secepat mereka berlih dari kegiatan satu ke kegiatan yang lain. Karena anak-anak berkembng dari anak usia 3 tahun ke anak usia 5 tahun, ada peningkatan internalisasi dn pengaturan tehadap emosi mereka. Ketika anak-anak usia 3,4 dan 5 tahunmencapai keterampilan-keterampilan kognitif dan bahasa ang baru, mereka belajar untk mengatur emosi-emosi mereka dan menggnakan bahasa untuk mengungkapkan bagaimana perasaan mereka dan perasaan orang lain. Gejolak perasaan ini sebagian besar ada di permukaan artinya mereka mulai mengerti brbagai perasaan berbeda yang mereka alami, namun mereka sulit mengatur perasaan dan meggunakan ungkapan yang sesuia untuk melukiskan perasaan itu. Gejala perasan merea sangat berhubungan dengan peristiwa-peristiwa perasaan yang terjadi pada saat itu. (Hyson,1994).
Peran Guru di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)dalam Perkembangan Emosi, Guru mengamati dan mengawasi serta berinteraksi dengan individu-individu dan kelompok-kelmpok kecil anak-anak dengan cara-cara terancang untuk memajukan belajar dan perkembangan anak:
  1. Para guru masuk dalam diskusi-diskusi dengan anak-anak mengenai apa yang mereka lakukan menurut (Vygotsky 1986) ini disebut suatu ”dialog Pendidikan”.
  2. Para guru mendorong anak-anak memecahkan masalah-masalah
  3. Para guru mendengarkan dengan aktif gagasan-gagasan anak.
  4. Para guur memberi umpan balik dan juga masuk dalam dialog dengan anak-anak.
Keterlibatan Orang Tua dalam Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Keterlibatan orang tua selalu dianggap perlu, misalnya:
mengajarkan mereka kebiasaan bersih, melatih anak,(VandeWalker,1908).
Meneruskan pekerjaan sekolah dirumah mereka (epstein&sanders,2000)
Membaca abuku bersama-sama dan kemudian menulis cerita mereka sendiri dalam buku catatan (Barbour, 1999).
Dengan demikian merupakan kewajiban para orang tua untuk menciptakan lingkungan yang kondusif, tempat anak tumbuh dengan nyaman, sehingga dapat memancing keluar potensi dirinya, kecerdasan dan percaya diri. Disamping itu orangtua perlu memahami tahap perkembangan anak serta kebutuhan pengembangan potensi kecerdasan dari setiap tahap.
Pada masa-masa penting pertumbuhan tersebut, anak memerlukan asupan makanan bergizi yang cukup, disertai kasih sayang dan perhatian orang tua.
Pendekatan Hubungan Ibu dan Anak, menurut beberapa teori:
Ø Psikoanalitis: Pengasuhan anak mempengaruhi anak pada masa oral, anal, dan genital(Freud) misalnya menyusui, makan dan toilet training.
Ø Bowlby: Teori kelekatan artinya anak mencari kontak fisik dengan ibu, interaksi social menyenangkan, menghindari peristiwa atau orang berpotnsi membahayakan, yang menjelajah lingkungan non social
Perpisahan dari orang tua dan pengasuh utama kadang-kadang berat, khususnya disekolah dan bisa menjadi rasa tertekan(Denham 1998), untuk anak-anak usia 4 tahun, ketakutan yang berkaitan dengan perpisahan berlangsung singkat dan ketakutan itu lebih kuat pada orang tua ketimbang pada anak 4 tahun.
Kesimpulan:
Setelah mengerti bahwa pendidikan perlu melibatkan orang tua dalam pendidikan anak-anak mereka guru menemukan segudang cara untuk melibatkan orang tua yang sibuk sebagai mitra dalam pendidikan anak mereka.
2. Peran Orangtua dan pendidikan dalam mengembangkan Emosi Anak(usia 6-12 th)
a. Tugas Perkembangan Anak (usia 6-12 th)
Menurut Havighurst (1972), tugas perkembangan anak usia sekolah (6 - 12 tahun) antara lain adalah :
1. Belajar bergaul dan bekerja sama dalam kelompok sebaya
2. Mengembangkan keterampilan dasar membaca, menulis dan berhitung
3. Mengembangkan konsep-konsep penting dalam kehidupan sehari-hari
4. Mengembangkan hati nurani, moralitas, dan system nilai sebagai pedoman perilaku
5. Belajar menjadi pribadi yang mandiri

Sejak masuk sekolah dasar, keinginan anak untuk menjadi anggota kelompok dan dapat diterima oleh kelompok sebayanya semakin meningkat. Keterampilan sosial menjadi penting, terutama mengenali peran sosial seseorang. Anak memusatkan perhatian untuk dapat berhubungan dan berkomunikasi dengan teman-teman sebayanya. Anak belajar untuk memberi dan menerima di antara teman-temannya dan berkeinginan untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan kelompok.

Pada masa ini, pengertian anak tentang baik-buruk, tentang norma-norma aturan serta nilai-nilai yang berlaku di lingkungannya menjadi bertambah dan juga lebih fleksibel, tidak sekaku saat di usia kanak-kanak awal. Mereka mulai memahami bahwa penilaian baik-buruk atau aturan-aturan dapat diubah tergantung dari keadaan atau situasi munculnya perilaku tersebut. Nuansa emosi mereka juga makin beragam.
Mereka diharapkan sudah dapat menguasai ledakan-ledakan emosinya, mampu mengendalikan emosi yang tidak sesuai dengan harapan lingkungannya. Telah pula nenahami harapan lingkungan terhadap peran jenis kelaminnya, dapat mengembangkan kata hati dan mengontrol moral yang tumbuh dalam dirinya.
Hubungan interpersonal yang mereka lakukan menjadi makin luas, kegiatan yang ingin dilakukan juga makin beragam. Dalam hubungan dengan kegiatan sekolah, prestasi menjadi tema utama bagi mereka, mereka senang berkompetisi. Mereka juga sudah dapat memperlihatkan tanggung jawab terhadap tugasnya. Anak-anak yang mampu menunjukkan prestasi akan bangga, dan hal ini tentu saja akan meningkatkan self-esteem (harga diri) anak.
Self-esteem yang tinggi akan mengarahkan pada kepribadian yang positif, sebaliknya bagi anak-anak yang tidak mampu memberi penghargaan pada dirinya akan menimbulkan masalah baik bagi dirinya sendiri maupun lingkungan.
Peran orangtua yang berkualitas dalam mengembangkan kecerdasan dan perkembangan emosi anak secara bertahap, akan mendorong potensi anak untuk tumbuh menjadi pribadi yang memiliki kemampuan kecerdasan yang yang tinggi, pengendalian emosi yang baik, serta kuat mental spiritualnya.
3. Peran Orangtua dan pendidikan dalam mengembangkan Emosi Remaja (12-19 th)
Sementara di masa remaja, masa yang sering dikatakan sebagai masa peralihan dari dunia anak menuju kekedewasaan yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik maupun psikologis, memberi dampak tersendiri. Perubahan fisik yang pesat membawa dampak psikologis yang berkenaan dengan suasana hati, emosi maupun tingkahlaku yang menjadikan remaja tersebut menampilkan karekateristik yang berbeda dari masa sebelumnya.

Pada masa ini terjadi pergolakan emosi dan ketegangan psikologis yang muncul bersamaan dengan adanya perkembangan yang cepat baik dalam segi fisik maupun perkembangan karakteristik seksual sekunder, serta problem identitas dan konflik ketergantungan serta adanya konformitas dengan kelompok sebaya. Berkaitan dengan keadaan psikologis remaja, Erikson mengatakan bahwa saat ini adalah masa pemantapan identitas diri.

Sebelum remaja meninggalkan masa kanak-kanak yang penuh dengan rasa aman dan tergantung pada orang lain, mereka harus mengetahui siapa mereka, kemana akan mengarah dan kemungkinan apa yang akan diperolehnya. Pendapat tentang ‘siapa dan apa' dirinya ini merupakan konsep yang dimiliki untuk menunjukkan identitas diri. Keberhasilan seorang anak dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya juga bergantung pada bagaiman rasa tanggung jawab yang dimilikinya.

Bila seseorang berhasil dalam mengikuti tugas-tugas perkembangan ini maka anak akan merasa bahagia, disukai serta dicintai oleh lingkungannya. Ia pun tidak mudah menjadi cemas dan merasa tertekan, dengan demikian ia akan sukses di kelak kemudian hari.

Melihat hal-hal tersebut di atas, maka sesungguhnya tidak cukup seorang anak hanya memiliki prestasi sekolah yang tinggi, namun juga membutuhkan kecerdasan emosional dan dengan makin tercapainya kepuasan diri ia pun akhirnya mampu mencapai kecerdasaan spiritual.

Menghadapi Ledakan Emosi Anak 3 tahun


nda sendirian, bila tidak, dia akan merasa ditinggalkan dengan emosi yang masih belum terkontrol. Ingat cara ini tidak selalu berhasil namun untuk kasus ringan bisa jadi sangat membantu.
Nah ceritanya akan sangat berbeda jika anak-anak yang sedang marah tersebut berada dalam bahaya karena menyakiti dirinya sendiri atau orang lain. Sebaiknya anak ini dibawa ke tempat yang tenang dan aman untuk ditenangkan. Hal ini juga berlaku untuk ledakan emosi yang terjadi di tempat umum.
Anak-anak yang lebih besar cenderung memanfaatkan ledakan emosi untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Apalagi jika mereka telah mengetahui taktik ini berhasil sebelumnya. Jika anak-anak tersebut telah bersekolah, adalah pantas untuk meminta mereka ke kamar mereka untuk menenangkan diri dan memikirkan perilakunya. Ketimbang menggunakan batasan waktu tertentu, orangtua bisa meminta mereka tetap berada di kamar hingga mereka telah bisa mengendalikan diri. Ini adalah pilihan untuk penguasaan di mana anak belajar untuk mengendalikan diri dengan tindakan mereka.
Setelah Badai Kemarahan
Terkadang seorang anak mengalami kesulitan menghentikan kemarahannya. Dalam kasus ini, kita bisa bantu mereka dengan berkata “Saya akan membantu menenangkanmu sekarang”. Tapi jangan beri penghargaan kepada anak Anda setelah kemarahannya dengan mengalah. Hal ini hanya akan membuktikan kepada anak Anda bahwa ledakan emosi adalah efektif untuk memaksakan kehendaknya. Sebagai gantinya, puji anak Anda atas keberhasilannya mengendalikan diri.
Setelah kemarahan, anak juga menjadi peka ketika mereka mengetahui bahwa mereka tidak lagi berlaku manis. Nah inilah saat yang tepat untuk memeluk mereka dan meyakinkan bahwa mereka tetap dicintai tanpa syarat.
Penjelasan detail mengenai hal ini bisa juga Anda dapatkan dalam materi Parents Club Multimedia Course dalam bentuk DVD/CD beserta petunjuk pelatihannya.

perkembangan anak 3- 4 tahun


Berikut ini alat bantu untuk memantau perkembangan anak umur 3-4 tahun menurut June R Oberlander dalam buku “Slow and Steady Get Me Ready”. Idenya sederhana dan menarik, dengan melakukan observasi dan mencatat jadwal perkembangan anak.
Ada 17 perkembangan anak yang perlu diamati dalam usia ini, beberapa diantaranya adalah:
  • Naik turun tangga dengan kaki kiri dan kanan bergantian
  • Mencoba mencontoh beragam bentuk yang tergambar: lingkaran, kotak, segitiga, segiempat dan oval
  • Memasang dan mencopot sepatu
  • Menghitung 1 sampai 4 benda yang sama
  • Mengulang sedikitnya 3 benda terakhir yang berurutan disebutkan
  • Mampu menceritakan kembali atau mengingat cerita sederhana atau pengalaman
  • Mencopot kancing baju sendiri


PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ANAK KELOMPOK UMUR 3 – 4 TAHUN | Pondok IBU

Salam Silahturohmi

ShoutMix chat widget

Blog Favorit