REVIEW PERAN ORANG TUA DAN PENDIDIKAN DALAM PERKEMBANGAN EMOSI
(PERKEMBANGAN EMOSI DAN KREATIVITAS)
OLEH
EKA LISDIANA
0713052005
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2009
Peran Orangtua dan pendidikan dalam mengembangkan Emosi
Emosi dapat dikembangkan oleh keluarga, sekolah dan lingkungan. Untuk mengembangkan emosi agar berdampak positif maka perlu dilakukan upaya proses belajar yang salah satunya dengan menggunakan metode atau kegiatan bermain. Melalui bermain anak dapat menumpahkan seluruh perasaannya, seperti: marah, takut, sedih, cemas atau gembira. Dengan demikian, bermain dapat merupakan sarana yang baik untuk pelampiasan emosi, sekaligus relaksasi. Misalnya saja pada saat anak bermain pura-pura atau bermain dengan bonekanya. Selain itu bermain juga dapat memberi kesempatan pada anak untuk merasa kompeten dan percaya diri. Dalam bermain, anak juga dapat berfantasi sehingga memungkinkannya untuk menyalurkan berbagai keinginan-keinginannya yang tidak dapat direalisasikan dalam kehidupan nyata ataupun menetralisir berbagai emosi-emosi negatif yang ada pada dirinya seperti rasa takut, marah dan cemas.
John Mayer, psikolog dari University of New Hampshire , mendefinisikan kecerdasan emosi yaitu kemampuan untuk memahami emosi orang lain dan cara mengendalikan emosi diri sendiri. Lebih lanjut pakar psikologi Cooper dan Sawaf (1998) mengatakan bahwa kecerdasan emosional kemampuan merasakan, memahami, dan secara selektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi dan pengaruh yang manusiawi. Kecerdasan emosi menuntut penilikan perasaan, untuk belajar mengakui, menghargai perasaan pada diri dan orang lain serta menanggapinya dengan tepat, menerapkan secara efektif energi emosi dalam kehidupan sehari-hari
Pendidik dan Orang tua dapat mengembangkan keterampilan kecerdasan emosional seorang anak dengan memberikan beberapa cara yaitu:
1. Mengenali emosi diri anak , mengenali perasaan anak sewaktu perasaan yang dirasakan terjadi merupakan dasar kecerdassan emosional. kemampuan untuk memantau peraaan dari waktu kewaktu merupakan hal penting bagi pemahahaman anak.
2. Mengelola emosi, menangani perasan anak agar dapat terungkap dengan tepat kemampuan untuk menghibur anak , melepasakan kecemasan kemurungan atau ketersinggungan, atau akibat – akibat yang muncul karena kegagalan.
3. Memotivasi anak, penataan emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan adalah hal yang sangat penting dalam keterkaitan memberi perhatian dan kasih sayang untuk memotivasi anak dalam melakukan kreasi secara bebas.
4. Memahami emosi anak.
5. Membina hubungan dengan anak, Setelah kita melakukan identifikasi kemudian kita mampu mengenali, hal lain yang perlu dilakukan untuk dapat mengembangkan kecerdasan emosional yaitu dengan memelihara hubungan.
6. Berkomunikasi “dengan jiwa “, Tidak hanya menjadi pembicara terkadang kita harus memberikan waktu lawan bicara untuk berbicara juga dengan demikian posisikan diri kita menjadi pendengar dan penanya yang baik dengan hal ini kita diharapkan mampu membedakan antara apa yang dilakukan atau yang dikatakan anak dengan reaksi atau penilaian
1. Peran Orangtua dan pendidikan dalam mengembangkan Emosi Anak(usia 0-5 th)
Anak-anak usia 3,4,dan 5 tahun mengungkapkan sederetan emosi dan mampu menggunakan secara serasi ungkapan seperti, Gila,sedih ,bahagia, dan sudah bisa membedakan perasaan-perasaan ereka. Dalam tahu pra sekolah ini, situasi emosi anak-anak sanat tergantung keadaan dan bisa berubah secepat mereka berlih dari kegiatan satu ke kegiatan yang lain. Karena anak-anak berkembng dari anak usia 3 tahun ke anak usia 5 tahun, ada peningkatan internalisasi dn pengaturan tehadap emosi mereka. Ketika anak-anak usia 3,4 dan 5 tahunmencapai keterampilan-keterampilan kognitif dan bahasa ang baru, mereka belajar untk mengatur emosi-emosi mereka dan menggnakan bahasa untuk mengungkapkan bagaimana perasaan mereka dan perasaan orang lain. Gejolak perasaan ini sebagian besar ada di permukaan artinya mereka mulai mengerti brbagai perasaan berbeda yang mereka alami, namun mereka sulit mengatur perasaan dan meggunakan ungkapan yang sesuia untuk melukiskan perasaan itu. Gejala perasan merea sangat berhubungan dengan peristiwa-peristiwa perasaan yang terjadi pada saat itu. (Hyson,1994).
Peran Guru di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)dalam Perkembangan Emosi, Guru mengamati dan mengawasi serta berinteraksi dengan individu-individu dan kelompok-kelmpok kecil anak-anak dengan cara-cara terancang untuk memajukan belajar dan perkembangan anak:
- Para guru masuk dalam diskusi-diskusi dengan anak-anak mengenai apa yang mereka lakukan menurut (Vygotsky 1986) ini disebut suatu ”dialog Pendidikan”.
- Para guru mendorong anak-anak memecahkan masalah-masalah
- Para guru mendengarkan dengan aktif gagasan-gagasan anak.
- Para guur memberi umpan balik dan juga masuk dalam dialog dengan anak-anak.
Keterlibatan Orang Tua dalam Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Keterlibatan orang tua selalu dianggap perlu, misalnya:
mengajarkan mereka kebiasaan bersih, melatih anak,(VandeWalker,1908).
Meneruskan pekerjaan sekolah dirumah mereka (epstein&sanders,2000)
Membaca abuku bersama-sama dan kemudian menulis cerita mereka sendiri dalam buku catatan (Barbour, 1999).
Dengan demikian merupakan kewajiban para orang tua untuk menciptakan lingkungan yang kondusif, tempat anak tumbuh dengan nyaman, sehingga dapat memancing keluar potensi dirinya, kecerdasan dan percaya diri. Disamping itu orangtua perlu memahami tahap perkembangan anak serta kebutuhan pengembangan potensi kecerdasan dari setiap tahap.
Pada masa-masa penting pertumbuhan tersebut, anak memerlukan asupan makanan bergizi yang cukup, disertai kasih sayang dan perhatian orang tua.
Pendekatan Hubungan Ibu dan Anak, menurut beberapa teori:
Ø Psikoanalitis: Pengasuhan anak mempengaruhi anak pada masa oral, anal, dan genital(Freud) misalnya menyusui, makan dan toilet training.
Ø Bowlby: Teori kelekatan artinya anak mencari kontak fisik dengan ibu, interaksi social menyenangkan, menghindari peristiwa atau orang berpotnsi membahayakan, yang menjelajah lingkungan non social
Perpisahan dari orang tua dan pengasuh utama kadang-kadang berat, khususnya disekolah dan bisa menjadi rasa tertekan(Denham 1998), untuk anak-anak usia 4 tahun, ketakutan yang berkaitan dengan perpisahan berlangsung singkat dan ketakutan itu lebih kuat pada orang tua ketimbang pada anak 4 tahun.
Kesimpulan:
Setelah mengerti bahwa pendidikan perlu melibatkan orang tua dalam pendidikan anak-anak mereka guru menemukan segudang cara untuk melibatkan orang tua yang sibuk sebagai mitra dalam pendidikan anak mereka.
2. Peran Orangtua dan pendidikan dalam mengembangkan Emosi Anak(usia 6-12 th)
a. Tugas Perkembangan Anak (usia 6-12 th)
Menurut Havighurst (1972), tugas perkembangan anak usia sekolah (6 - 12 tahun) antara lain adalah :
1. Belajar bergaul dan bekerja sama dalam kelompok sebaya
2. Mengembangkan keterampilan dasar membaca, menulis dan berhitung
3. Mengembangkan konsep-konsep penting dalam kehidupan sehari-hari
4. Mengembangkan hati nurani, moralitas, dan system nilai sebagai pedoman perilaku
5. Belajar menjadi pribadi yang mandiri
Sejak masuk sekolah dasar, keinginan anak untuk menjadi anggota kelompok dan dapat diterima oleh kelompok sebayanya semakin meningkat. Keterampilan sosial menjadi penting, terutama mengenali peran sosial seseorang. Anak memusatkan perhatian untuk dapat berhubungan dan berkomunikasi dengan teman-teman sebayanya. Anak belajar untuk memberi dan menerima di antara teman-temannya dan berkeinginan untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan kelompok.
Pada masa ini, pengertian anak tentang baik-buruk, tentang norma-norma aturan serta nilai-nilai yang berlaku di lingkungannya menjadi bertambah dan juga lebih fleksibel, tidak sekaku saat di usia kanak-kanak awal. Mereka mulai memahami bahwa penilaian baik-buruk atau aturan-aturan dapat diubah tergantung dari keadaan atau situasi munculnya perilaku tersebut. Nuansa emosi mereka juga makin beragam.
1. Belajar bergaul dan bekerja sama dalam kelompok sebaya
2. Mengembangkan keterampilan dasar membaca, menulis dan berhitung
3. Mengembangkan konsep-konsep penting dalam kehidupan sehari-hari
4. Mengembangkan hati nurani, moralitas, dan system nilai sebagai pedoman perilaku
5. Belajar menjadi pribadi yang mandiri
Sejak masuk sekolah dasar, keinginan anak untuk menjadi anggota kelompok dan dapat diterima oleh kelompok sebayanya semakin meningkat. Keterampilan sosial menjadi penting, terutama mengenali peran sosial seseorang. Anak memusatkan perhatian untuk dapat berhubungan dan berkomunikasi dengan teman-teman sebayanya. Anak belajar untuk memberi dan menerima di antara teman-temannya dan berkeinginan untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan kelompok.
Pada masa ini, pengertian anak tentang baik-buruk, tentang norma-norma aturan serta nilai-nilai yang berlaku di lingkungannya menjadi bertambah dan juga lebih fleksibel, tidak sekaku saat di usia kanak-kanak awal. Mereka mulai memahami bahwa penilaian baik-buruk atau aturan-aturan dapat diubah tergantung dari keadaan atau situasi munculnya perilaku tersebut. Nuansa emosi mereka juga makin beragam.
Mereka diharapkan sudah dapat menguasai ledakan-ledakan emosinya, mampu mengendalikan emosi yang tidak sesuai dengan harapan lingkungannya. Telah pula nenahami harapan lingkungan terhadap peran jenis kelaminnya, dapat mengembangkan kata hati dan mengontrol moral yang tumbuh dalam dirinya.
Hubungan interpersonal yang mereka lakukan menjadi makin luas, kegiatan yang ingin dilakukan juga makin beragam. Dalam hubungan dengan kegiatan sekolah, prestasi menjadi tema utama bagi mereka, mereka senang berkompetisi. Mereka juga sudah dapat memperlihatkan tanggung jawab terhadap tugasnya. Anak-anak yang mampu menunjukkan prestasi akan bangga, dan hal ini tentu saja akan meningkatkan self-esteem (harga diri) anak.
Self-esteem yang tinggi akan mengarahkan pada kepribadian yang positif, sebaliknya bagi anak-anak yang tidak mampu memberi penghargaan pada dirinya akan menimbulkan masalah baik bagi dirinya sendiri maupun lingkungan.
Self-esteem yang tinggi akan mengarahkan pada kepribadian yang positif, sebaliknya bagi anak-anak yang tidak mampu memberi penghargaan pada dirinya akan menimbulkan masalah baik bagi dirinya sendiri maupun lingkungan.
Peran orangtua yang berkualitas dalam mengembangkan kecerdasan dan perkembangan emosi anak secara bertahap, akan mendorong potensi anak untuk tumbuh menjadi pribadi yang memiliki kemampuan kecerdasan yang yang tinggi, pengendalian emosi yang baik, serta kuat mental spiritualnya.
3. Peran Orangtua dan pendidikan dalam mengembangkan Emosi Remaja (12-19 th)
Sementara di masa remaja, masa yang sering dikatakan sebagai masa peralihan dari dunia anak menuju kekedewasaan yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik maupun psikologis, memberi dampak tersendiri. Perubahan fisik yang pesat membawa dampak psikologis yang berkenaan dengan suasana hati, emosi maupun tingkahlaku yang menjadikan remaja tersebut menampilkan karekateristik yang berbeda dari masa sebelumnya.
Pada masa ini terjadi pergolakan emosi dan ketegangan psikologis yang muncul bersamaan dengan adanya perkembangan yang cepat baik dalam segi fisik maupun perkembangan karakteristik seksual sekunder, serta problem identitas dan konflik ketergantungan serta adanya konformitas dengan kelompok sebaya. Berkaitan dengan keadaan psikologis remaja, Erikson mengatakan bahwa saat ini adalah masa pemantapan identitas diri.
Sebelum remaja meninggalkan masa kanak-kanak yang penuh dengan rasa aman dan tergantung pada orang lain, mereka harus mengetahui siapa mereka, kemana akan mengarah dan kemungkinan apa yang akan diperolehnya. Pendapat tentang ‘siapa dan apa' dirinya ini merupakan konsep yang dimiliki untuk menunjukkan identitas diri. Keberhasilan seorang anak dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya juga bergantung pada bagaiman rasa tanggung jawab yang dimilikinya.
Bila seseorang berhasil dalam mengikuti tugas-tugas perkembangan ini maka anak akan merasa bahagia, disukai serta dicintai oleh lingkungannya. Ia pun tidak mudah menjadi cemas dan merasa tertekan, dengan demikian ia akan sukses di kelak kemudian hari.
Melihat hal-hal tersebut di atas, maka sesungguhnya tidak cukup seorang anak hanya memiliki prestasi sekolah yang tinggi, namun juga membutuhkan kecerdasan emosional dan dengan makin tercapainya kepuasan diri ia pun akhirnya mampu mencapai kecerdasaan spiritual.
Pada masa ini terjadi pergolakan emosi dan ketegangan psikologis yang muncul bersamaan dengan adanya perkembangan yang cepat baik dalam segi fisik maupun perkembangan karakteristik seksual sekunder, serta problem identitas dan konflik ketergantungan serta adanya konformitas dengan kelompok sebaya. Berkaitan dengan keadaan psikologis remaja, Erikson mengatakan bahwa saat ini adalah masa pemantapan identitas diri.
Sebelum remaja meninggalkan masa kanak-kanak yang penuh dengan rasa aman dan tergantung pada orang lain, mereka harus mengetahui siapa mereka, kemana akan mengarah dan kemungkinan apa yang akan diperolehnya. Pendapat tentang ‘siapa dan apa' dirinya ini merupakan konsep yang dimiliki untuk menunjukkan identitas diri. Keberhasilan seorang anak dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya juga bergantung pada bagaiman rasa tanggung jawab yang dimilikinya.
Bila seseorang berhasil dalam mengikuti tugas-tugas perkembangan ini maka anak akan merasa bahagia, disukai serta dicintai oleh lingkungannya. Ia pun tidak mudah menjadi cemas dan merasa tertekan, dengan demikian ia akan sukses di kelak kemudian hari.
Melihat hal-hal tersebut di atas, maka sesungguhnya tidak cukup seorang anak hanya memiliki prestasi sekolah yang tinggi, namun juga membutuhkan kecerdasan emosional dan dengan makin tercapainya kepuasan diri ia pun akhirnya mampu mencapai kecerdasaan spiritual.
0 komentar:
Posting Komentar